KITA PASTI SEMBUH PADA MASANYA
Luka yang nyata, terlihat jelas
di luar tubuh manusia merupakan representasi dari rupa penderitaan yang dapat
disentuh. Luka dengan kasat mata menjadi tanda-tanda yang jelas, menyalurkan
pesan secara langsung ke alam bawah sadar kita, seolah mengatakan bahwa “Aku
ada di sini, dan aku membutuhkan perhatian”. Secara hukum alam. dalam aspek
fisik, luka tersebut perlahan sembuh pada waktunya melalui perawatan dan proses
regenerasi. Namun, meskipun terpampang jelas dan nyata, luka tersebut
mengajarkan kita bahwa segala rupa yang nampak terlihat jelas adalah proses
untuk terus memulihkn diri.
Di sisi yang berbeda, ada rupa
luka yang tersembunyi rapi, tak dapat disentuh bahkan tak bisa dilihat dengan
mata telanjang, namun begitu kuat mempengaruhi pikiran dan perasaan. Luka
tersebut adalah luka batin yang tertatah rapi dalam hati dan isi kepala kita.
Luka itu datang dengan bentuk yang tidak jelas, bahkan tak ada darah ataupun
jahitan yang menjadi tanda. Tetapi ia dapat mengahancurkan jiwa dan akal dengan
cara paling sakit bahkan lebih sakit dari luka fisik. Luka ini muncul karena
beberapa alasan seperti trauma masa lalu, kehilangan, ditinggalkan dan berbagai
macam kekecewaan lainnya.
Dalam psikologi, luka fisik dan
luka batin adalah bagian yang tak terhindarkan dari perjalanan hidup setiap
manusia. Seperti halnya goresan pada tubuh, luka batin pun dapat sembuh,
meskipun harus menempuh perjalanan panjang. Pemulihan itu terjadi di ruang yang
lebih dalam, di mana waktu bukan sekadar penawar, tetapi menjadi jembatan
menuju perubahan jiwa yang mendalam. Setiap proses penyembuhan membutuhkan
waktu, kesabaran dan kesediaan diri untuk berani menghadapi rasa sakit
tersebut. Seperti luka fisik yang membutuhkan ruang untuk sembuh, luka batin
juga membutuhkan ruang untuk merasakan, merenung, dan menerima kenyataan yang
telah terjadi. Seperti kata Carl Jung,
“What you resist, persists.” Ketika kita menahan atau menekan rasa sakit
kita, ia justru semakin menguat. Tetapi ketika kita memberi ruang bagi perasaan
kita untuk hadir, kita memungkinkan proses penyembuhan itu dimulai.
Sama halnya dengan luka fisik
yang membutuhkan perawatan dan perhatian untuk sembuh, luka batin memerlukan
keterbukaan terhadap diri sendiri dan kesediaan untuk menerima kenyataan bahwa
rasa sakit adalah bagian dari hidup yang tidak bisa dihindari. Ketika kita
belajar untuk menghadapinya, untuk menerima bahwa luka ini adalah bagian dari
diri kita, maka kita mulai membuka diri untuk sembuh.
Kita pasti sembuh pada masanya, bukan karena waktu itu menghapuskan
luka-luka kita, tetapi karena kita, dengan penuh kesadaran, mulai memeluk luka
tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidup kita. Proses ini adalah sebuah
metamorfosis yang lebih mendalam: dari penerimaan terhadap kenyataan yang tak
terelakkan, pemahaman diri yang lebih mendalam, dan kesediaan untuk terus maju meskipun
ada rasa sakit.
Penyembuhan bukan berarti
menghapuskan atau melupakan, tetapi mengintegrasikan luka tersebut ke dalam
cerita hidup kita. Seperti luka fisik yang, meskipun sembuh, meninggalkan
bekas, luka batin kita pun membentuk siapa kita, tetapi tidak mendefinisikan
kita. Kita pasti sembuh pada masanya, ketika kita dapat berdamai dengan diri
kita sendiri, dan memahami bahwa meskipun sakit itu nyata, kita lebih besar
dari rasa sakit itu.
Oleh: Theresia Avila
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Nusa Nipa
Maumere
“Penyembuhan adalah tentang proses penerimaan dan pertumbuhan, bukan
melupakan atau menghindari pengalaman yang menyakitkan” (Rollo May)
Komentar
Posting Komentar