Lunturnya Tradisi Sako Seng, Tradisi Bertani Penguat Nilai Relasi Antar Sesama.
Perkembangan teknologi saat ini telah memasuki perubahan yang begitu besar dan maju. Hal ini kemudian mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam menciptakan pola pikir yang lebih modern. Teknologi menjanjikan kepada manusia bahwa segala sesuatu bisa diperoleh secara instan tanpa harus membuang waktu dan tenaga. Dan manusia telah dihadapkan dengan sebuah akulturasi budaya masyarakat asli yang kehadirannya perlahan mengikis nilai-nilai asli kebudayaan yang diwariskan oleh leluhur untuk generasi selanjutnya.
Di sebagian daerah yang terletak jauh dari hiruk-pikuk keramaian, modernisasi hadir menampakkan diri. Salah satunya yaitu Habi yang merupakan sebuah desa yang letaknya tidak jauh dari kota Maumere. Desa Habi terletak di kecamatan Kangae, kabupaten Sikka, Flores-NTT. Selain sebagai pekerja kantoran, mata pencarian utama masyarakat Habi adalah petani. Di daerah tersebut ada sebuah tradisi unik warisan leluhur yaitu tradisi sako seng. Warisan leluhur ini dapat dijumpai di beberapa daerah lainnya yang ada di Kabupaten Sikka.
Source by google
Bagi masyarakat kabupaten Sikka, istilah sako seng artinya mencangkul bersama. Sako seng biasa dimulai saat ingin membuka lahan pertanian. Beberapa orang akan mulai membuka lahan pertanian baru. Kegiatan ini dilakukan secara bergotong royong dan diiringi dengan nyanyian sambil sesekali ditemani dengan ritme musik seperti kayu (ai) dan tempurung kelapa (korak). Setiap orang akan saling berbalas pantun sambil terus mencangkul dengan gerakan secara serentak. Biasanya sebelum sako seng dimulai maka akan diadakan ritual tung piong sebagai ijin kepada Ina nian tana Wawa, Ama lero wulan reta wujud penghormatan terhadap Allah, alam dan leluhur yang dipercaya memiliki peran dalam keseimbangan alam. Pada hakikatnya, sako seng telah menanamkan nilai-nilai moral yang menghubungkan manusia dan pencipta, manusia dan alam serta manusia dan manusia.
Namun, seiring dengan perkembangan teknologi yang sudah dijelaskan sebelumnya, nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi ciri khas dari tradisi sako seng kini telah mengalami kemerosotan. Di desa Habi, hampir sudah tak ditemukan lagi warisan leluhur ini. Tenaga manusia kini telah diganti dengan hebatnya mesin. Teknologi telah mengambil perannya untuk kehidupan manusia. Melahirkan identitas dan pola pikir baru dalam bermasyarakat. Kebudayaan yang adalah simbol perlahan tergeser. Bukankah melihat sebuah karya itu harus memahami pokok dan maknanya? Namun itulah kehidupan, harus dinamis. Hal ini harusnya menjadi titik reflektif untuk kita semua terutama kaum muda sebagai generasi penerus agar mampu melihat sebuah perubahan secara bijak tanpa menghilangkan karya seni leluhur.
Theresia Avila
Mahasiswa FKIP Bahasa Inggris
Universitas Nusa Nipa Maumere
Komentar
Posting Komentar