EUFORIA NATAL YANG TERTAWAN HEDONISME

Natal merupakan momentum tahunan yang biasa dijalankan oleh umat Kristiani. Gemerlap lampu hiasi pohon natal, lantunan lagu-lagu natal berkumandang menyambut kedatangan Yesus. Riuh suara petasan, cahaya kembang api, pernak pernik natal mewarnai suasana natal. Segalanya disambut dengan meriah. Berbagai ucapan selamat baik secara langsung maupun virtual pun disampaikan. Bukan hanya itu, beragam ucapan selamat disampaikan lewat status dan story seperti pada facebook, instagram, whatsapp dan jejaring sosial lainnya ramai bertuliskan ucapan selamat, tidak ketinggalan ucapan selamat pun datang dari para politisi lewat baliho- baliho yang terpampang di ruang- ruang publik (https://ekorantt.com/2022/12/23/spanduk-politisi-hiasi-pagar-gereja-kathedral-larantuka-jelang-nataru/). Fashion pun turut difermak, rambut dengan model baru, pakaian baru, sepatu baru dan semuanya serba baru dapat dijumpai di rumah-rumah ibadah. Mungkin jika tidak baru rasanya tersaingi. Sebenarnya tak masalah jika merayakan Natal berbalutkan semua yang baru tetapi esensi dari Natal mesti dipahami, dijiwai dan jalankan.  

Tak bisa dipungkiri jika kultur hedonisme masih melekat dalam setiap momen dan diparaktekkan dalam perayaan-perayaan besar termasuk perayaan Natal. Agenda kumpul bareng, makan-makan, mabuk-mabukkan, joget-joget dan bersenang-senang adalah potret budaya yang masih kontras dijalankan. Bentuk perayaan Natal diisi dengan berbagai agenda hedonistik yang memberikan kesenangan lebih yang hanya mendatangkan "keinginan daging" seperti yang digambarkan santo Paulus. Tanpa disadari doktrin kapitalis telah menghipnotis umat Kristiani sehingga makna kesederhanaan yang diamalkan dalam kelahiran Yesus telah tergerus. Apakah itu adalah hakikat dari perayaan Natal? Haruskah dirayakan dengan hedon? Perayaan Natal yang sebenarnya memperingati hari lahirnya Yesus telah bergeser. Tampaknya makna spiritual Natal saat ini perlahan memudar. Natal kini diisi dengan kegiatan-kegiatan yang menitik beratkan hanya pada kepuasan dan kesenangan semata. Nilai kesederhanaan tentang peristiwa kelahiran Yesus sejatinya hilang. Yang diutamakan adalah kesenangan untuk memenuhi "keinginan daging".

Istilah hedonisme berasal dari bahasa Yunani “Hedone” berarti kesenangan. Jadi hedonisme adalah gaya hidup yang berfokus mencari kesenangan dan kepuasan. Menurut salah seorang ahli Collins GEM (1993) hedonisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup. Artinya bahwa kesenangan adalah hal paling utama menuju kebahagiaan. Dalam konsep perayaan Natal sangat berbeda jauh. Lahir di kandang penuh hina dan jauh dari kemewahan, pesan apakah yang mau disampaikan Allah dari proses kelahiran yang sangat sederhana tersebut ? Relevansinya dengan perayaan Natal pun demikian. Tidak seharusnya Natal diisi dengan aktivitas-aktivitas hedonisme yang pada akhirnya akan memberikan dampak buruk. 

Natal Yesus seperti yang digambarkan dalam biblis (Injil, Qur'an) adalah peristiwa keterlibatan Allah dalam karya keselamatan demi membangun surga diatas bumi. Yesus yang konsisten sejak lahir sudah terlibat langsung bersama rakyat yang tertindas dari rezim feodal kuno (baca Raja Ahas dalam kitab Yesaya). Solidaritas Yesus bersama orang-orang miskin (Nelayan, Petani, Buruh,Para Migran ,Kaum Miskin Desa, Kaum Miskin Kota, dll) adalah cerminan bagi kita pengikutnya untuk terus terlibat bersama miskin dan papa secara konsisten dalam tindakan dan kerja bukan sekedar membungkus diri dengan segala slogan biblis tanpa tindakan.

Selamat Pesta Natal Bagi Kaum Tertindas 
Sesungguhnya ada Yesus yang membutuhkan tumpangan, pakaian dan makanan.

Komentar

Postingan Populer